Desember 2018

Desember 31, 2018


Berbeda dengan sekolah pada umumnya, hari Jum’at adalah hari libur di Pondok Modern Darussalam Gontor. Hari libur, sebagaimana gaya hidup di Gontor, bukan berarti kekosongan penuh, melainkan hari yang penuh dengan dinamika.

Perlombaan, show,expo-selain Expo 1 Muharram, acara inaugurasi di klub-klub, mayoritas dilakukan pada hari Jum’at pagi hari. Setelah shalat Jum’at dilaksanakan, biasanya acara akan dilanjutkan.
Setelah isya’, dalam sebulannya akan diadakan perkumpulan konsulat pada minggu pertama tau’iyyah diniyyah oleh asatidz pada minggu kedua dan keempat, kemudian perkumpulan klub pada minggu ketiga.

Tak jarang, santri yang memiliki lebih dari satu klub harus memenej waktunya agar dapat berkumpul di beberapa tempat yang berbeda.

Pada pukul 21.00, semua santri diwajibkan untuk istirahat. ‘Tidur wajib’, itulah istilah yang digunakan para santri untuk menyebutnya. Secara bertahap, kondisi Pondok menjadi sepi dan tenang, setelah melewati hari Jum’at yang melelahkan. Keesokan harinya, para santri kembali melewati satu pekan penuh kegiatan, dan kembali menemukan Jum’at sebagai penghujung pekan yang berharga dan mahal bagi mereka. Wallahu a’lam.

https://www.gontor.ac.id/catatan/mahalnya-hari-jumat

Desember 31, 2018


Liburan Pertengahan Tahun di Pondok Modern Darussalam Gontor telah usai. 10 hari yang begitu ‘berharga’ itu telah berlalu dengan bermacam suka duka yang ada. Meski pada prinsipnya ‘Al Ma’hadu la yanamu abadan’, namun saat liburan, seluruh kegiatan yang berkenaan dengan akademik hampir tidak ada, selain Ujian Siswa Akhir KMI Gelombang Pertama. Dan meski berbeda jenjang waktunya, namun dari santri hingga para guru-guru telah memiliki jatah liburan yang ‘seharusnya’ dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.

Liburan atau yang dahulu sering disebut dengan ‘prei’ oleh Al-Ustadz H. Imam Badri (Alm), menurut kamus besar Bahasa Indonesia adalah membebaskan diri dari bekerja atau masuk sekolah. Namun, esensi makna berbeda dengan prinsip gontor. Libur, prei, atau ar-rohah (arab) menurut Gontor adalah terdapat dalam pergantian pekerjaan. Ini merujuk pada prinsip ar-rohah fii tabadulil a’mal (istirahat itu ada pada pergantian pekerjaan). Tentunya prinsip ini mempunyai satu idealism tersendiri, tak seperti halnya konsep holiday barat yang hanya berorientasi pada fun dan materialistis.

Akan tetapi prinsip Gontor berbeda. Jumlah hari liburan pada kalender KMI adalah 60 hari atau sekitar 2 bulan. Jumlah ini begitu besar melihat jumlah 12 bulan pada kalender satu tahun. Akan tetapi, Gontor absen untuk mengikuti hari-hari libur yang diadakan oleh pemerintah, kecuali Idul Adha dan tahun baru hijriayah. Sisanya, Gontor tetap aktif masuk kelas meskipun hampir seluruh lembaga pendidikan di Indonesia sedang meliburkan diri.

Nah, jumlah hari libur yang panjang inilah yang dimaksudkan oleh Gontor agar para santrinya dapat memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya. Gontor tak main-main dalam mengurus hal yang satu ini. Keseriusan Gontor nampak pada hari-hari menjelang perpulangan. Pesan dan Nasehat dari Bapak Pimpinan dilakukan dalam dua sesi. Ditambah lagi dengan pembacaan etiquette di kelas-kelas selama 4 hissoh. Tiap santri juga diwajibkan untuk mengisi buku laporan tentang kegiatan apa saja yang telah dilakukan semasa liburan.Binhadjid

 https://www.gontor.ac.id/catatan/esensi-konsep-libur-ala-gontor

Desember 31, 2018
Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG) adalah salah satu pondok pesantren yang terletak di Desa Gontor, Kabupaten Ponorogo. PMDG didirikan pada tahun 1926 dan terkenal dengan sistem pendidikan pesantren modern dengan menerapkan disiplin yang tinggi, leadership, serta penguasaan bahasa asing (Arab dan Inggris). 

Baru-baru ini saya berkesempatan mengunjungi Pondok Gontor Pria dan tinggal disana selama lima hari. Dari kunjungan tersebut, saya menemukan delapan keunikan kehidupan para santri yang jarang terkespos ke publik.  

1. No Bag 

Pada umumnya anak sekolahan akan selalu membawa tas untuk membawa buku dan alat tulisnya. Namun kebiasaan tersebut tidak terlihat dalam keseharian para santri Pondok Modern Gontor Pria. Segala peralatan alat tulis atau peralatan ibadah lainnya dibawa menggunakan tangan atau jika berjumlah banyak akan menggunakan plastik kresek. 

 2. No Hand Phone Seluruh santri tidak diperbolehkan membawa telepon genggam ke dalam pondok pesantren. Warung Telpon (Wartel) menjadi satu-satunya media komunikasi ketika mereka ingin melepas rindu dengan kedua orang tuanya. Santri yang ditemukan membawa telepon genggam akan mendapat hukuman digundul dan pemanggilan orang tuanya. 

3. Hukuman Gundul, Jundi, atau Jasus

Santri sedang digundul dan dijundi (sumber: https://i2.wp.com/pontren.com)Dalam kehidupan santri di Pondok Modern Gontor Pria, terdapat dua jenis pelanggaran. Pertama yaitu pelanggaran bahasa. Tidak menggunakan bahasa yang sedang berlaku pada minggu tertentu misalnya bahasa masuk dalam kategori pelanggaran ini. Mencampur antara bahasa Arab dengan bahasa Indonesia juga akan dicatat sebagai satu pelanggaran. Begitupun halnya ketika minggu Inggris tengah berlangsung. Mereka diharuskan menggunakan bahasa Inggris seratus persen dari mulai bangun tidur hingga tidur kembali. Kedua adalah pelanggaran disiplin. Terlambat, keluar komplek pesantren tanpa izin, dan pelanggaran lain yang telah ditentukan sesuai dengan aturan yang ada di pesantren akan masuk dalam kategori pelanggaran disiplin. Umumnya hukuman yang diberikan bagi para santri yang melakukan pelanggaran berupa hukuman Jundi (setengah gundul) atau gundul/plontos. Hukuman akan ditentukan oleh Mahkamah yaitu panitia yang bertugas memberikan evaluasi dan menentukan jenis hukuman. Bagi para santri yang kembali melakukan pelanggaran ketika rambutnya belum tumbuh akibat dari hukuman sebelumnya, maka dia akan dikenakan piutang hukuman gundul. Dia akan digundul kembali ketika rambut barunya tumbuh. Mahkamah disiplin juga tidak jarang memberikan hukuman penugasan Jasus kepada para santri.  

4. Agen Rahasia alias Jasus
Para Jasus sedang menghadap petugas keamanan menyetor hasil pelaksanaan hukuman (sumber: dok. pribadi)Bentuk hukuman lain bagi santri yang melakukan pelanggaran yaitu penugasan menjadi agen rahasia atau disebut dengan istilah Jasus (mata-mata) di kalangan para santri. Jasus diberikan misi untuk mematai-matai santri lain dan melakukan pencatatan pelanggaran yang dilakukan. Biasanya seorang Jasus memiliki target mengumpulkan tiga pelanggaran oleh tiga pelaku. Jasus menjadi momok bagi santri lainnya karena sifat kerahasiaan misi yang diembannnya dan sulitnya mengidentifikasi keberadaan Jasus. Tidak jarang tanpa disadari ternyata teman sekamar sedang mendapat misi khusus sebagai Jasus sehingga membuat setiap santri selalu alert untuk tidak melakukan pelanggaran baik pelanggaran bahasa maupun pelanggaran keamanan (disiplin). 

5. Minggu Arab dan Minggu Inggris
Dua santri sedang berkomunikasi bahasa Arab (sumber foto: dok. pribadi)Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari di dalam pondok pesantren, para santri diwajibkan menggunakan dua jenis bahasa yaitu bahasa Arab dan Inggris. Dalam satu bulan, dua minggu didedikasikan untuk bahasa Arab dan dua minggu berikutnya menggunakan bahasa Inggris. Bagian penerangan yang diawaki para santri akan mengumumkan saatnya minggu Arab dimulai. Setelah berlangsung dua minggu, petugas penerangan kembali akan mengumumkan berkahirnya minggu Arab dan diganti dengan minggu Inggris. Selama minggu Arab atau Inggris berlangsung, masing-masing santri diwajibkan menghapal tiga kosa kata per hari. Pengawasan penggunaan bahasa akan dilakukan oleh teman-teman mereka sendiri yang tengah bertugas sebagai Jasus (agen rahasia). Bagi mereka yang melakukan pelanggaran akan mendapatkan hukuman sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan. 

6. Lemari dan Kasur Tidak Boleh Berpindah KepemilikanSetiap santri ditempatkan di asrama sesuai dengan tingkatannya. Santri kelas satu masuk asrama Gedung Baru Sigor. Kelas dua dan kelas tiga (tingkat SMP) masuk Asrama Sigor. Kelas satu intensif (tingkat SMA) masuk Gedung Baru Kibar. Kelas tiga intensif dan kelas 4 akan masuk Gedung Kibar. Sementara kelas lima yang notabene adalah pengurus asrama dan kelas enam yang bertugas sebagai pengurus OPPM (OSIS) memiliki kamar masing-masing sesuai dengan jabatannya di organisasi tersebut. Perpindahan kamar akan dilakukan setiap enam bulan sekali baik di asrama yang sama maupun pindah ke asrama baru ketika saat kenaikan kelas tiba. Setiap santri yang berpindah kamar harus membawa serta perlengkapannya seperti lemari dan kasur ke kamar barunya. Dan hal itu terus berlangsung dengan aturan yang sama hingga santri selesai menempuh pendidikan. Setiap santri akan mempergunakan lemari atau kasur yang sama sejak masuk hingga selesai mondok.

7. Setrika Baju Pakai Kamus OxfordPara santri tidak diperbolehkan membawa setrika masuk ke dalam asrama. Karenanya merapikan pakaian menjadi tantangan tersendiri para santri. Mereka harus bisa mencari cara lain selain mnggunakan setrika. Dalam kondisi tersebut, para santri tidak kehabisan akal. Beberapa santri menuturkan bahwa mereka merapikan baju dan sarung mereka menggunakan buku atau kamus yang berukuran besar seperti kamus Oxford. Caranya adalah dengan menempelkan atau menindih lipatan baju atau sarung dengan Oxford selama semalaman. Teknis lainnya yaitu menggunakan bekas kartun yang diperoleh dari pembelian pakaian baru yang kemudian disimpan untuk melipat baju yang hendak dipakai pada keesokan harinya. 

8. Penggunaan Sajadah
Santri menaruh sajadah di pundak sebelah kanan (sumber foto: dok. pribadi)Sajadah selalu menjadi bagian keseharian para santri. Setiap santri diwajibkan membawa sajadah khususnya ketika waktu sholat berjamaah tiba. Penggunaan sajadah memiliki kekhasan tersendiri tergantung pada posisi dalam asrama (pengurus/non-pengurus). Pengurus akan menggunakan sajadah ukuran besar. Sementara penghuni biasa akan menggunakan ukuran yang lebih kecil. Selain itu peletakan sajadah juga akan ditentukan oleh jabatan tertentu dalam organisasi santri. Khusus bagi mereka yang duduk sebagai petugas keamanan, diwajibkan menggunakan sajadah ukuran besar dan diletakkan di bagian pundak sebelah kiri. Sementara santri lainnya meletakkan sajadah mereka di pundak sebelah kanan. 


 https://kumparan.com/darmawan-hadi1519288845127/8-keunikan-kehidupan-santri-gontor

Desember 31, 2018

Santri seringkali diidentikan dengan kegiatan mengaji dan belajar saja, hal itu 100% salah. Apalagi jika notabenenya dihubungkan dengan Pondok Modern Darussalam Gontor. Puluhan kegiatan ekstrakulikuler tersedia, tergantung minat santri, mau tau apa aja ?



1. Jamiyyatul Qurra dan Tahfidz Al-Qur’an : jamiyyatul qurra merupakan perkumpulan para qori-qori yang mana para santri dididik agar dapat melantunkan ayat-ayat dengan fasih, benar dan merdu. Selain itu santri juga diajarkan untuk menghafalkan bait-bait sholawat. Tahfifz Al-qur’an merupakan program unggulan yang dimiliki gontor saat ini. 
2. Diskusi dan kajian ilmiah : merupakan aktvitas yang diadakan untuk melatih intelektualitas santri. Kegiatan ini dilakukan setiap hari setelah maghrib demi terasahnya kemampuan santri dalam berpikir kritis serta dapat menyampaikan aspirasinya dengan baik. Mulai dari isu islam, isu kontemporer hingga isu teknologi, diharapkan dengan adanya kegiatan ini wawasan keilmuan semakin luas. Organisasi ini dikenal dengan nama ITQAN & FP2WS



3. Pelatihan organisasi : organisasi adalah hal pokok selain pelajaran yang dipelajari di gontor. Pelatihan organisasi di gontor didapat santri minimal setelah meninggalkan fase adaptasi santri baru yaitu selama satu tahun. Oleh karenanya santri gontor sangat terbiasa dengan organisasi dan selalu menjadi pemimpin dalam setiap organisasi yang diikutinya.



4. Gerakan pramuka merupakan kegiatan wajib di gontor dan dilakukan seminggu sekali yaitu pada hari kamis siang. Diwajibkan kegiatan pramuka ini dikarenakan dalam berpramuka diajarkan kepemimpinan, kedisiplinan, kreatifitas, kasih sayang sesama manusia, ketaatan serta masih banyak lainnya yang diajarkan di pramuka ini. Prestasi pramuka gontor tidak hanya dalam negeri saja, bahkan tercatat Indonesia beberapa kali mengirimkan perwakilan untuk mengikuti pesta pramuka sedunia dan gontor ditunjuk untuk menghadiri acara ini.



5. Marching Band Tidak berbeda jauh dengan gerakan pramukanya, marching band pun memiliki prestasi yang tidak kalah. Marching band gontor telah beberapa kali dipilih untuk tampil di istana negara dan telah menjuarai berbagai event baik tingkat provinsi maupun nasional. Dengan mengusung lagu-lagu Gontor yang berasakan Islam. Marching Band Gema Nada Darussalam ingin menyampaikan dakwah melalui lagu.




6. Program peningkatan bahasa diantaranya adalah penyampaian kosa kata Bahasa Arab dan Inggris setiap pagi, percakapan berbahasa arab maupun Inggris dua kali sepekan, perlombaan pidato, drama dan cerdas cermat dalam bahasa Arab dan Inggris.




7. Public speaking dengan menggunakan tiga bahasa: Indonesia, Inggris dan Arab. Public speaking adalah latihan berbicara di depan umum. Kegiatan ini adalah salah satu kegiatan wajib di gontor dimana diadakannya kegiatan ini untuk melatih mental santri-santri ketika berbicara di depan umum. Penggunaan tiga bahasa Inggris, Arab dan Indonesia diharapkan dapat membiasakan santri untuk menghadapi bukan hanya masyarakat Indonesia saja bahkan masyarakat Internasional. Oleh karenanya untuk mendidik jiwa-jiwa kepemimpinan para santri, kegiatan ini rutin dilakukan setiap minggu tiga kali; hari ahad malam menggunakan bahasa Inggris, hari kamis pagi menggunakan bahasa Arab dan kamis malam menggunakan bahasa Indonesia.





8. Kursus keterampilan dan kesenian : kaligrafi, melukis, mengetik, komputer, elektronika, membuat sirup dan roti. Dalam kegiatan ini, santri diasah keterampilan dan bakat seninya. Kegiatan ini dapat langsung diikuti santri sejak awal masuk gontor. Dengan adanya kegiatan ini santri tidak hanya dapat mengkaji kitab saja tapi mempunyai bakat dalam seni dan keterampilan.


 

9. Teater juga diantara kegiatan ekstrakulikuler yang banyak diminati, kegiatan ini banyak diisi dengan diskusi sastra, puisi, latihan drama, muski hingga pantomime. Bertujuan untuk mensyiarkan islam dan Gontor dengan kegiatan seni.






10. Olahraga : lari pagi, sepak bola, bola basket, bola takraw, tenis meja, bulu tangkis, bola voli, bela diri, senam, futsal bahkan parkour. Adanya kegiatan ini bukan hanya sekedar untuk menyalurkan hobi santri tapi lebih kepada kebugaran dan kesehatan fisik santri. Sebagaimana pepatah “akal yang sehat tedapat pada badan yang sehat” maka akal yang sehat tidak akan terbentuk tanpa adanya badan yang sehat.


11. Penerbitan buletin dan majalah dinding : penerbitan buletin dan majalah dinding merupakan kegiatan untuk melatih kemampuan menulis santri. Disini santri dituntut untuk menghasilkan karya tulis yang akan dijadikan buletin mingguan dan mejalah dinding mingguan. kegiatan ini biasanya menjadi ajang perlombaan bagi tiap-tiap asrama untuk menghasilkan mading terbaik mingguan.




12. Jurnalis, kegiatan ini tergabung dalam Darussallam Pos. Dimana para santri diajarkan untuk membuat publikasi akan suatu kegiatan. Kemudian berita ini akan dimuat di papan depan kantor setiap satu pekan 2 kali. Alumni dari kegiatan ini sudah banyak yang menjadi wartawan ataupun penulis seperti pemimpin kompasiana @isjet dll





13. Pementasan seni : Pementasan seni adalah penutup dari rentetan pekan perkenalan di Gontor. Kegiatan ini dilakukan untuk memberikan gambaran secara umum kegiatan di gontor serta menunjukkan keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh santri-santri gontor. Kegiatan ini hanya diikuti oleh santri kelas 5 dan 6 Kulliyatul Mu’allmiinal Islamiyyah (setara dengan kelas 2 dan 3 Sekolah Menegah Atas). Selain beberapa tujuan di atas, kegiatan ini pada akhirnya akan memotivasi kepada santri-santri dari kelas 1 sampai 4 KMI agar dapat mengikuti segala kegiatan yang ada di gontor dengan baik dan selalu berusaha untuk menjadi yang terbaik diantara yang terbaik.
Jadi masih ragu untuk nyantri di Gontor?


Sumber https://bimbelgontor.com/info/13-kegiatan-ekstrakulikuler-di-gontor/


Dari situs gontor.co.id infonya adalah sebagai berikut:

Kegiatan Ekstrakulikuler
  1. Jam’iyyatu-l-Qurra‘ dan Tahfidz Al-Quran
  2. Diskusi dan Kajian ilmiah
  3. Pelatihan Organisasi
  4. Gerakan Pramuka, termasuk di dalamnya Marching Band
  5. Program peningkatan Bahasa, diantaranya;
    • Penyampaian kosa kata Bahasa Arab dan Inggris setiap pagi.
    • Percakapan berbahasa Arab maupun Inggris, dua kali sepekan, pada hari Selasa dan Jumat.
    • Perlombaan pidato, drama dan cerdas cermat dalam bahasa Arab dan Inggris.
  6. Public Speaking dengan menggunakan tiga bahasa, Bahasa Indonesia, Bahasa Arab, dan Bahasa Inggris.
  7. Perkemahan, diadakan setiap minggu secara bergiliran, berlokasi di desa-desa binaan Pondok Modern Gontor.
  8. Kursus-Kursus Ketrampilan dan kesenian, di antaranya:
    • Kursus Kaligrafi
    • Kursus Melukis
    • Kursus Mengetik
    • Kursus Komputer
    • Kursus Elektronika
    • Kursus Membuat Sirup and Roti
  9. Olahraga, meliputi :
    • Lari pagi
    • Sepak bola
    • Bola basket
    • Bola takraw
    • Tenis meja
    • Bulu tangkis
    • Bola voli
    • Bela diri
    • Senam
    • Futsal
  10. Penerbitan buletin dan majalah dinding
  11. Pementasan Seni, ditampilkan oleh kelas lima dan kelas enam dalam rangka pekan perkenalan

Desember 31, 2018
Sebagai seorang Muslim, sudah menjadi hal yang wajib hukumnya untuk mempelajari ilmu agama. Ibarat ingin mendirikan sebuah rumah, kita butuh yang namanya bahan bangunan. Nah, bahan bangunan dari sebuah rumah itu dianalogikan sebagai agama. Tanpanya, tentu tidak akan berdiri sebuah bangunan. Mungkin kita punya tanah, tapi hidup di atas tanah takkan pernah lebih seenak tinggal di dalam rumah. Benar begitu, bukan?
Cara orang-orang mempelajari ilmu agama pun macam-macam. Ada yang cukup dengan mendatangkan seorang guru, membaca, atau cara lain yang banyak dipilih yakni nyantri alias mondok di pesantren. Menjadi santri sendiri banyak suka dukanya. Sukanya mungkin kita jadi banyak teman, kenal sama kyai atau ustad kondang, bisa belajar ilmu agama secara mendalam dan sebagainya. Dukanya tentu banyak sekali, dan semuanya cukup menguji mental dan fisik.
Berikut adalah beberapa hal duka atau bisa dibilang penderitaan yang dialami oleh mereka yang nyantri. Anak santri pasti sudah kenyang dengan semua ini.

1. Pisah dari Orangtua Dalam Waktu yang Lama

Berpisah dengan orangtua kadang jadi hal yang tidak mengenakkan hati. Apalagi bagi yang sudah menganggap orangtua seperti teman atau sahabat. Namun sudah menjadi risiko nyantri kalau harus berpisah dengan mereka, ayah dan ibu.
Bagian terberat jadi santri adalah ketika harus berpisah dengan orangtua [Image Source]
Bagian terberat jadi santri adalah ketika harus berpisah dengan orangtua [Image Source]
Hari pertama adalah yang paling menyiksa anak pesantren. Namun beberapa minggu kemudian, sudah tidak berat lagi terpisah dengan orangtua meskipun kangen sudah di ubun-ubun. Momen paling ditunggu tentu saja ketika liburan panjang dan kemudian pulang ke rumah. Kadang kunjungan orangtua ke pondok juga jadi kejutan tersendiri. Intinya, terpisah dengan orangtua adalah siksaan, dan semua anak pesantren merasakan itu.

2. Bangun Malam dan Sholat

Biasanya jika di rumah kita bisa tidur pulas sampai kadang lupa sholat subuh, di pesantren hal tersebut takkan pernah terjadi. Jangankan meninggalkan sholat subuh, kita bahkan akan dibangunkan tengah malam hampir tiap hari. Tujuannya adalah untuk melaksanakan sholat malam.
Tengah lelapnya tidur harus bangun dan sholat malam [Image Source]
Tengah lelapnya tidur harus bangun dan sholat malam [Image Source]
Tentu saja ini menyiksa sekali apalagi di hari-hari awal mondok. Silakan tanya anak-anak pesantren, di momen seperti itu mereka pasti ngebet ingin pulang. Apalagi yang dulu mondoknya masih usia SD atau SMP. Namun begitu, kebiasaan ini membuat kita terbiasa untuk bangun malam sendiri untuk beribadah.

3. Hidup mandiri Tanpa Bergantung Pada Siapa pun

Nyantri artinya kita harus siap untuk hidup mandiri. Nyuci sendiri, bersihkan kasur sendiri, pokoknya apa-apa selalu dilakukan sendiri. Bagi yang sebelumnya sudah mandiri, tentu hidup seperti ini takkan pernah jadi masalah. Tapi, bagi yang manja ketika di rumah, nyantri akan sangat menyiksanya.
Namun ini hanya masalah waktu saja hingga akhirnya terbiasa dengan ritme dan menjadi pribadi yang baru. Pesantren memang efektif untuk mengubah hal-hal seperti ini. Banyak cerita anak-anak manja kemudian jadi sangat mandiri dan penuh inisiatif setelah dari pondok.

4. Kadang Harus Hidup Prihatin

Tak semua orangtua mampu mengirim anaknya untuk mondok di pesantren besar dan mahal. Sebagian hanya sanggup mengirim anak-anaknya ke pesantren yang ada di pelosok-pelosok. Kalau pesantren besar sih kita tak perlu bicara penderitaan karena mereka sudah nyaman. Yang prihatin adalah mereka yang mondok di tempat yang bersahaja.
Ya, jangan mikir nyaman deh karena di sini kita harus benar-benar hidup apa adanya. Makan seadanya, tidur sepantasnya dan kadang fasilitas yang kurang layak. Meskipun begitu sengsara, namun biasanya ilmu yang didapatkan lebih bermanfaat dan takkan mudah lupa. Mondok sejatinya memang belajar, sedangkan hal-hal yang di luar konteks belajar hanyalah pendukung saja.

5. Berbagi Hukumnya Wajib

Di pondok ada sebuah sistem kepemilikan yang unik, di mana milikku ya milikmu dan  milikmu adalah milikku. Makanya, sudah tak heran lagi kalau di pesantren pinjam meminjam barang pribadi adalah hal yang lumrah. Ada juga sih yang pelit dan individualis, tapi biasanya yang seperti ini bakal dijauhi teman seangkatan.
Masih soal berbagi, hal ini juga berlaku saat orangtua berkunjung dan membawa sesuatu. Hukumnya wajib bagi mereka yang kedatangan tamu untuk membagi bingkisannya ke semua teman. Minimal yang satu kamar. Yang lain pun juga begitu, harus berbagi ketika kirimannya datang. Memang kadang tidak ikhlas sih, tapi hal ini berdampak kepada kebiasaan berbagi yang kuat. Uniknya, para orangtua seakan tahu jika teman-teman anaknya akan berbuat demikian. Makanya, biasanya mereka juga membawa bingkisan lebih.

6. Penyakit Kulit Jadi Teman Sampai Lulus

Ada sebuah jargon unik yang populer di kalangan santri. Bunyinya kira-kira seperti ini, “Belum jadi santri kalau tidak pernah gatal-gatal.” Memang lucu kedengarannya, tapi ini fakta. Penyakit kulit sudah seperti ospek yang harus dilewati oleh setiap santri.
Belum jadi santri kalau belum gatal [Image Source]
Belum jadi santri kalau belum gatal [Image Source]
Sebenarnya ini bukan semacam kutukan atau sejenisnya, ini lebih ke arah minimnya kesadaran para santri untuk hidup lebih higienis. Walaupun begitu, gatal-gatal ini jadi cerita unik yang takkan mudah dilupakan.

7. Masalah Senioritas yang Kental

Senioritas memang sepertinya tak bisa lepas dari institusi apa pun, bahkan termasuk pesantren. Ya, di pesantren kita sudah pasti punya kakak tingkat, dan seperti kakak tingkat biasanya, kadang mereka merasa superior. Mereka tidak nyiksa sih, hanya saja seringkali memanfaatkan adik-adik tingkatnya.
Senior kadang galak, tapi mereka jadi sumber ilmu yang bagus pula [Image Source]
Senior kadang galak, tapi mereka jadi sumber ilmu yang bagus pula [Image Source]
Entah disuruh ini itu, dimintai tolong membelikan sesuatu dan semacamnya. Meskipun seperti itu kadang-kadang, para senior juga tak segan untuk berbagi ilmu. Bahkan pertemanan dengan kakak kelas ini bisa bertahan sampai kapan pun. Kadang ketika masing-masing sudah punya hidup sendiri, pasti mereka tetap saling mengingat satu dan lainnya. Nyantri memang banyak banget penderitaan. Namun ini sebenarnya semacam gemblengan mental sebelum akhirnya lulus dan mengemban misi dakwah sebagai dai. Sejatinya, belajar memang butuh perjuangan. Jika sekolah yang hanya untuk kepentingan duniawi kita bisa sering dibuat susah. Apalagi ilmu agama yang jadi bekal kita untuk hidup di akhirat nanti.

Desember 30, 2018
SURABAYA, BANGSAONLINE.com - Hari-hari ini, para orang tua, dan tetangga di kanan kiri rumah kita, ada yang sudah mengantarkan anaknya kembali ke pondok pesantren. Setelah sebelumnya, anak-anaknya menikmati liburan yang cukup panjang.

Bagi ibu-ibu yang baru pertama kalinya mengantarkan anaknya ke jenjang pendidikan di pesantren, mungkin dirasakan berat. Sebab, ibu-ibu tersebut akan ditinggalkan anak-anaknya mondok untuk waktu yang lama. Karena itu, tak heran, ada ibu-ibu yang yak tegas melepas anak-anaknya yang baru masuk pesantren.

Tapi para ibu, ingatlah bahwa dulu ibundanya Imam Syafi'i pun merasakan hal yang sama. Hanya saja yang dilakukan beliau adalah bersabar demi ilmu din yang akan dituntut putranya. Di malam sebelum Imam Syafi'i pergi untuk menuntut ilmu, sang ibu berdo'a dalam keheningan,

“Ya Allah, Rabb yang menguasai seluruh alam. Anakkku ini akan meninggalkanku untuk perjalanan jauh demi mencari ridha-Mu. Aku rela melepasnya untuk menuntut ilmu peninggalan Rasul-Mu. Maka hamba memohon kepadaMu ya Allah... mudahkanlah urusannya. Lindungilah ia, panjangkanlah umurnya agar aku bisa melihatnya nanti ketika ia pulang dengan dada yang penuh dengan ilmu-Mu.”

Beliau khusyu' mendoakan Imam Syafi'i hingga meneteskan air mata.
Dan tatkala Imam Syafi'i hendak pergi ke Madinah (kota yang akan menjadi tujuannya menuntut ilmu), sang Ibu melepasnya dengan motivasi dan harapan, beliau meyakinkan putranya bahwa Allah akan memberinya kemudahan.

“Pergilah anakku,” ujarnya dengan mata berkaca-kaca,
“Allah bersamamu. Insya Allah engkau akan menjadi bintang paling gemerlap di kemudian hari. Pergilah... ibu telah ridha melepasmu. Ingatlah bahwa Allah adalah sebaik-baik penolong”
Demikianlah sedikit kisah dari Ibunda Imam Syafi'i yang patut kita jadikan teladan saat melepas anak pergi dalam rangka mencari ilmu.

Berbahagialah saat Allah memberi kesempatan kepada anak kita untuk menuntut ilmu din, karena Allah telah menjanjikan kemudahan jalan menuju surga bagi para penuntut ilmu.
Sebagaimana yang telah disabdakan Rasulullah Saw:

"Barang siapa menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu maka Allah memudahkan jalannya menuju Surga. Sesungguhnya para Malaikat membentangkan sayapnya untuk orang yang menuntut ilmu karena ridha atas apa yang mereka lakukan. Dan sesungguhnya orang yang berilmu benar-benar dimintakan ampun oleh penghuni langit dan bumi, bahkan oleh ikan-ikan yang berada di dalam air."

Berbahagialah ibu, karena Allah juga akan memberi kemuliaan bagi orang-orang yang berilmu. Tidakkah kita menginginkan anak-anak menjadi pribadi yang mulia selama di dunia dan juga pahala serta derajat yang tinggi di akhirat nanti disebabkan oleh ilmu yang mereka dapat?
Maka ibu, sampaikan pesan kepada putra-putri kita untuk menegakkan niat agar tetap lurus hanya untuk mengharap wajah Allah ketika hendak belajar, dan mohonlah kemudahan kepada Allah untuk mereka dalam mengamalkan setiap ilmu yang didapat, sekuat kemampuan mereka.

Rasulullah Saw. pernah mengingatkan kita dalam sebuah hadits :

“Barang siapa mencari ilmu yang seharusnya dicari untuk mengharapkan pada Allah, namun ternyata ia tidak mempelajarinya untuk mendapatkan satu tujuan dunia, maka ia tidak akan mencium wanginya surga pada hari kiamat.” (HR Abu Daud no: 3664 dengan sanad yang shahih, Ibnu Majah no: 252, Ibnu Hibban no: 89, dll)

Bersabarlah sebentar saja ibu, insya Allah perpisahan ini hanya untuk sementara, jarak yang terpisah masih bisa ditempuh, dan kita masih bisa mendekapnya dengan do'a kita.
Dan, bersyukurlah, karena dengan perpisahan ini, anak akan belajar merasakan dan mengelola kerinduan kepada orang tuanya.

Sebentar saja ibu, cuma sebentar... insya Allah. Apalagi kalau bukan jannah tujuan akhir yang kita harapkan untuk kembali berkumpul bersama?
Semoga Allah menjadikan anak-anak kita sebagai generasi muslim yang berilmu dan mampu beramal dengan ilmunya serta mendakwahkannya, dan semoga Allah menjaga hatinya agar tetap berada dalam fitrah dan keikhlasan hingga senantiasa memurnikan niat di setiap aktifitasnya hanya untuk mengharapkan ridho Allah. (ansharullah/ai)

 https://www.bangsaonline.com/berita/35553/ibu-bersabarlah-saat-melepas-anak-mondok-ke-pesantren

Desember 30, 2018 ,

Menyekolahkan anak di Gontor memiliki kebanggaan tersendiri. Tidak sedikit wali santri yang tidak menoleh sekolah lain jika anak pertamanya yang sudah masuk Gontor, maka anak berikutnya juga dimasukkan ke pondok. Bahkan ada salah satu walisantri yang merupakan saudara dari salah satu orang besar di Indonesia, Bapak Jusuf Kalla, dia hanya memandang hanya Gontor sekolah terbaik di Indonesia.

Ada juga wali santri yang saya kenal dulu saat saya melakukan pendaftaran anak saya yang pertama, dia merupakan pengusaha tambang di Kalimantan. Pengusaha tambang pastilah orang kaya. Dan diwakili istrinya sedang mendaftarkan anak satu-satunya ke Gontor. Ya anak satu-satunya!. Dalam hati saya bertanya-tanya, "koq orang kaya yang bisa saja menyekolahkan anaknya dimana saja dia mau dengan gengsi tinggi tapi justru memilih menyekolahkan anaknya di pondok yang terkenal dengan disiplin tinggi tapi juga juga kesederhanaan?!. Ibunya saja saat mengurus pendaftaran harus tidur dekat pintu kamar mandi hanya dengan alas seadanya di tempat terbuka!". Dan saya menemukan jawaban dari oramg lain (karena segan bertanya pada seorang ibu) bahwa ayahnya lah yang menginginkan anaknya sekolah di Gontor,  karena dengar-dengar beliau juga adalah alumni. Masya Allah.

Fenomena ini, yang memiliki anak lebih dari satu di pondok, mengharuskan para walsan mengikuti berbagai media untuk dapat informasi tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Pondok, seperti Facebook dan Grup WA

Penulis sendiri memiliki 3 anak di Gontor, dan untuk itu saya (dipaksa/terpaksa?) ikut 7 hingga 8 grup WA. Yang hampir tidak bisa semuanya saya ikuti perkembangannya karena kesibukan dan terlalu banyaknya grup lain.Tapi itulah fenomenanya.

Banyak cerita tentang aktifitas mengikuti update-update berita dan chatting di WA. Nantikan tulisan selanjutnya.

Sukabumi, 31 Desember 2018, 08.26

BRUNEI–Tahun ini, Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG) mengirim kontingennya mengikuti Raimuna ASEAN di Brunei Darussalam.
Penetapan calon Peserta Raimuna ASEAN dengan mengunakan test yang diadakan oleh Majelis Pembimbing Koordinator Harian (Mabikori), dengan musyawarah dan pertimbangan matang, dari sekian banyak pendaftaran hanya 30 orang dari mereka yang diterima sebagai calon peserta Raimuna.
Peserta dibagi menjadi 4 Grup yaitu: grup Muara, grup Belait, grup Tutong, dan grup Temburong, kemudian kegiatan dilanjutkan bersama grup masing-masing.
Adapun kegiatan mereka disana antara lain:
Grup Muara: Berkayuh, mengunjungi Pusat Penangkaran Penyu, Climbing, Jungle Track.Grup Belait: Kegiatan Sosial di Panti Asuhan, Game Action, Demo Survival, Kunjungan ke Rumah Panjang, Pengenalan Budaya BruneiGrup Tutong: Kunjungan ke Taman Warisan Tasek Merimbun, Tutong Town Ningt Sightseeing.Grup Temburong: Flying Fox, Climbing, Berkunjung ke Kampung Puni, Kampung Batu Apoi, Kampung Senukoh, Kampung Sibut.
Sebelum berangkat ke Brunei, paara peserta dibekali latihan, di antara pembekalan yang mereka dapatkan berupa latihan dalam skill kepramukaan, seperti cara pemakaian kompas, membuat peta pita, dan lain sebagainya. Untuk pembekalan ini Mabikori bekerja sama dengan Koramil Mlarak, agar lebih intensif dan tepat sasaran. Selain itu mereka juga mendapatkan pelatihan seni budaya, karena setiap negara yang ikut dalam acara ini harus menampilkan kebudayaan dari negaranya masing-masing.
Raimuna ASEAN merupakan salah satu wahana untuk meningkatkan wawasan kepramukaan santri dalam kancah dunia. Selain dari pada itu, Raimuna ASEAN merupakan sarana membuka pikiran santri terhadap kehidupan luar, terutama tata cara hidup dari berbagai macam Negara peserta. Dan juga belajar berbagai macam budaya dari seluruh peserta Raimuna dan menunjukkan kebudayaan Indonesia kepada mereka.
Peserta Raimuna ASEAN seluruhnya berjumlah 386 yang berasal dari beberapa negara ASEAN, di antaranya: Brunei, Indonesia, Malaysia, Singapore, Vietnam, Philiphina, Myanmar, Laos. Acara dilaksanakan di Berakas Games Village yang terletak di Bandar Seri Begawan.
Acara Raimuna ini diadakan dalam rangka memperingati hari jadi Pengakap yang ke-85 dan kegiatan difokuskan pada khidmat bakti masyarakat dan pengenalan budaya Brunei Darussalam. Acara ini dibuka oleh Sultan Brunei, Hassanal Bolkiah, dan ditutup oleh sang pangeran muda.
Penutupan Raimuna ASEAN diadakan pada hari Senin, 17 Desember 2018, dan juga ditutup dengan pertemuan bersama IKPM Brunei. Sebelum Rombongan Raimuna Gontor kembali ke Indonesia, rombongan mengunjungi negara Malaysia dan Singapura guna mengadakan silaturrahim bersama IKPM, dan juga mengunjungi berbagai tempat, seperti kampus IIUM.
Rombongan Raimuna Gontor terbang kembali ke Indonesia pada hari Jum’at, (21/12) dari bandara KLIA 2, dan mendarat di Bandara Internasional Juanda, Surabaya, dan tiba di PMDG sore hari dengan selamat. Muis
Sumber: https://www.gontor.ac.id/kegiatan-pondok/gontor-kirim-kontingen-ikuti-raimuna-asean-di-brunei


Oleh: Nasrullah Zarkasyi

Pagi buta, sebelum seorang pun di pondok menggantikan kain sarungnya dengan celana panjang dan kemeja, mereka sudah mempersiapkan diri segala perlengkapan kantor Kulliyyatu-l-Mu‘allimin al-Islamiyah (KMI): mengecek absensi siswa, mengontrol suasana kelas, atau alat-alat kelengkapan direktur lainnya. Saat matahari mulai menampakkan diri, kala teman-teman guru lain telah berdasi dan menyerbu dapur untuk sarapan, sebelum masuk kelas, mereka pun telah berdiri di beberapa tempat, di sudut-sudut pondok sambil mengawasi santri yang tengah menuju kelas masing-masing. Istilahnya “tabkir.”

Pukul tujuh tepat, pelajaran pun dimulai. Namun, para pendekar itu masih saja bekerja. Kali ini, selain ada yang masuk kelas untuk mengajar, ada yang mempersiapkan rapat-rapat bagian di bawah struktur kelembagaan KMI, atau mempersiapkan map-map untuk guru senior yang akan melakukan supervisi pelajaran di kelas-kelas dan untuk beberapa pelajaran yang telah ditentukan. Yang lain mengkoordinasi guru-guru yunior, yang bertugas sebagai piket, mengecek ruang-ruang kelas yang kosong dan asrama santri, mendata siswa yang tidak masuk kelas serta alasannya. Kelompok piket yang lain bertugas mengecek kebersihan kelas-kelas. Rutinitas itu dilakukan dengan sangat cermat dan juga dengan keikhlasan yang tinggi. Mereka menikmati tugasnya.

Rutinitas harian yang tidak kalah melelahkan adalah mengatur jadwal guru-guru pengganti bagi guru-guru yang berhalangan karena sakit atau alasan lainnya. Aturannya, guru-guru yang akan izin harus sudah memberitahu staf KMI sore hari sebelum Maghrib, agar guru pengganti segera dapat ditentukan, sehingga, setelah Maghrib, kartu pengganti dapat dibagikan. Guru pengganti pun mempunyai waktu untuk mempersiapkan diri. Namun, tidak jarang para guru itu minta izin justru setelah Isya’, ditambah lagi, ketika kartu pengganti akan diberikan, guru pengganti tidak ada di kamarnya. Akibatnya, yang acapkali terjadi kelas kosong esoknya. Guru pengganti beralasan tidak menerima kartu. Celakanya, banyak guru yang izin mendadak. Karena mencari penggantinya pun tidak mudah, terpaksa, para staf itu juga yang menggantikan masuk kelas. Staf juga yang akan disalahkan.

Seminggu sekali, tepatnya setiap hari Kamis, saat  Kemisan (‘pertemuan guru-guru’), para Staf KMI harus mempersiapkan materi laporan untuk Direktur KMI mengenai aktivitas belajar-mengajar di KMI selama seminggu, yang akan dibaca dalam pertemuan tersebut. Isi laporan meliputi: siapa saja guru yang terlambat masuk kelas, atau meninggalkan kelas tanpa izin; siapa guru-guru yang persiapan mengajarnya tidak sempurna, atau siapa saja guru-guru yang mengajar dengan benar lagi serius atau yang asal-asalan masuk kelas dan tidak mengajar dengan baik. Laporan itu disiapkan oleh staf, dan Direktur KMI tinggal memeriksa dan membacanya.

Yang tak kalah susah, dalam waktu super singkat, di masa liburan—baik pertengahan maupun akhir tahun—, mereka harus menyusun jadwal mengajar guru untuk semester berikutnya. Bayangkan, saat ini, lebih dari 450 orang guru, 30-an mata pelajaran, dan 100-an kelas harus diatur jadwal pelajaran dan pengajarnya. Sungguh, bukan pekerjaan ringan. Belum lagi, jumlah guru seringkali berubah-ubah secara mendadak, atau alokasi waktu setiap semester pun tidak sama. Kecuali itu, ada guru yang minta supaya diberi jatah mengajar mata pelajaran tertentu untuk tujuan tertentu, untuk hari tertentu pula. Wah, sangat melelahkan. Seiring dengan penyusunan jadwal adalah juga pembagian tugas guru. Maklum, tugas guru di pondok sangat banyak. Secara garis besar, mereka adalah guru, mahasiswa, dan sekaligus pembantu pimpinan pondok. Sebagian di antara guru itu ada yang diamanahi menjadi wali kelas (Penentu wali kelas memang direktur, namun bahan baku tentang rekam jejak calon wali kelas ada di tangan staf KMI). Sementara, guru-guru yunior ditugasi menjadi piket kantor, piket asrama, piket kelas, serta piket di sejumlah tempat strategis. Itupun yang mengatur juga para staf KMI. Syukur, mereka yang diatur taat, karena melihat yang mengatur pun tanpa pamrih. Tugas-tugas itu, dalam seminggu sekali, akan dievaluasi bersama sejumlah guru senior, sebagai bekal memajukan langkah KMI ke depan.

Pada masa ujian pertengahan tahun dan akhir tahun, pekerjaan para staf KMI itu tidak surut, namun justru ada pada puncak kesibukannya. Meskipun telah ditunjuk panitia ujian oleh Pimpinan Pondok dan Direktur KMI, kesibukan mereka tetap tinggi, yakni pendampingan. Mustahil panitia ujian itu akan bekerja sendiri. Setelah tugasnya berakhir, tak urung, para staf itu pula yang akan menyelesaikan tugas berikutnya. Mereka harus mempersiapkan data-data prestasi siswa untuk disampaikan kepada Direktur KMI sebagai bekal mengambil kebijakan, ke kampus cabang mana saja para siswa akan dipindah setelah pertengahan tahun itu atau setelah kenaikan kelas.

Libur pun tiba. Namun, para “direktur” itu tak beranjak dari pondok. Dalam masa libur panjang bulan Ramadhan itu, pekerjaan mereka juga menggunung. Setelah para panitia ujian merampungkan tugasnya, bersama para wali kelas, para “direktur” itu akan mengolah data untuk diajukan kepada Direktur KMI dan Pimpinan Pondok, untuk mengambil kebijakan; mana siswa yang naik dan tetap di Gontor dan mana siswa yang tidak naik dan harus pindah ke pondok cabang. Pekerjaan ini membutuhkan kecermatan, ketelitian, dan ketelatenan yang tinggi. Tak ketinggalan, kesungguhan dan keikhlasan juga.

Masih banyak kesibukan The Real Pricipal yang lain, misalnya memilih calon personil panita-panitia ujian. Maklum, banyak sekali jenis ujan di KMI, yakni ujian pertengahan dan akhir tahun, ikhtibar (dulu murajaah atau ujian tengah semster, ujian akhir bagi siswa kelas enam, ujian kursus sore, dsb.

Itulah The Real Pricipal, yang senyatanya direktur di KMI. Mereka adalah para staf KMI (sebanyak sekitar 20 orang), orang-orang yang mengetahui dan sangat hapal dan rinci akan tugas rutinnya; bekerja tanpa komando, melainkan kesadaran dan keikhlasan yang tinggi. Mereka adalah nyawa sesungguhnya dari KMI. Kematian atau pergantian direktur bukan masalah bagi KMI, karena sistem telah berjalan dengan baik, dan para staf itu pun mampu mengantisipasi keadaan dengan baik pula. Sebaliknya, KMI akan timpang alang kepalang jika tanpa para staf itu, meskipun ada seorang direktur.
Pertanyaan pun muncul, apa fasilitas yang mereka dapatkan? Kesejahteraan atau imbalan maksud jelasnya? Jelas tidak ada. Untuk ini, K.H. Imam Zarkasyi, setiap kali berpidato setelah selesainya ujian (awal dan akhir tahun), selalu mengajak bersyukur dan berterima kasih. Bersyukur karena ujian telah selesai, dan para siswa KMI telah bersiap diri dengan belajar, sehingga ilmunya bertambah. Berterima kasih —yang ditujukan kepada guru-guru panitia— karena para guru itu telah bekerja keras melayani para santri, membuat soal, mencetak, dan membagikannya, mengawasi ujian, hingga mengoreksi. Sungguh pekerjaan yang sangat melelahkan. “Apa bayarannya? Tidak ada. Hanya sepotong kue kecil dan segelas minuman. Itu saja. Kalau benar-benar dihitung dengan uang, berapa mereka harus digaji? Itulah, kita bersyukur dan berterima kasih. Di sini keikhlasan masih bisa dipegang dengan baik. Alhamdu…lillah!” demikian K.H. Imam Zarkasyi mengingatkan. Hal ini sekaligus merupakan bukti kemandirian PM Darussalam Gontor.
Ya, ini adalah Pondok Modern Darussalam Gontor, yang meletakkan keikhlasan sebagai nyawa penggerak inisiatif dan aktivitas pondok secara keseluruhan. Kalaupun ada imbalan bagi para staf KMI itu, saat ini, di antaranya adalah kemudahan dalam menggunakan komputer, bebas membuat minuman teh, kopi, susu dengan dispenser, dsb. Jika ada rapat guru, mereka pun akan mendapat bagian makanan kecil yang mereka siapkan sendiri. Bayangkan, atau tepatnya tanyakan, berapa gaji orang seperti itu jika di luar? Subhanallah. Yang ada, di pondok luar Gontor, jika guru ikut rapat, meskipun tidak ikut berbicara pun sudah mendapat honor Rp 50.000. Jika dia mampu menyusun program pembelajaran yang bermanfaat untuk pondok tersebut, tentu, honornya akan lebih besar. Akhirnya, yang terjadi, guru-guru akan berlomba membuat program agar disetujui, dijalankan, dan (tentu saja) menghasilkan uang. Tujuannya pun bukan untuk menghidupkan pondok, melainkan mencari hidup dari pondok.

Para staf itu boleh dikata sama sekali tidak digaji. Keikhlasannya yang tinggi menimbulkan kecintaannya pada tugas. Dalam benak mereka, suara lonceng, teriakan murid yang tengah menirukan guru, berlalu-lalangnya siswa ketika berangkat ke kelas, waktu istirahat, atau saat pulang usai pelajaran merupakan gambar hidup yang sangat nikmat untuk dilihat setiap hari. Pada usia yang sangat muda (20–25 tahun), Mereka sudah memiliki perasaan guru yang sebenarnya, yakni tak pernah bosan melihat muridnya. Kalau sudah begitu, gaji, sama sekali, bukan tujuan. Kenikmatan menjadi guru itu sudah merupakan imbalan bagi mereka. Belum lagi, ilmu-ilmu yang otomatis didapat karena menjalankan tugas itu: ilmu mendidik, ilmu mengajar, ilmu mengatur sekolah, ilmu menyusun jadwal, dsb., sungguh menjadi imbalan yang sangat berharga. Betapa tidak, para staf yang juga mahasiswa itu, tidak semuanya kuliah di fakultas Tarbiyah, yang memang mempelajari seluk beluk pendidikan dan pengajaran, melainkan ada yang mahasiswa fakultas Usuluddin, Syari‘ah, Ekonomi Islam, atau fakultas lainnya di Universitas Darussalam. Jadi, setelah menyelesaikan pengabdiannya, pasca lulus S1, para staf KMI yang sarjana non-tarbiyah itu, kelak, mampu menjadi ahli pendidikan atau kepala sekolah secara otomatis. Pengetahuan dan pengalamannya tentang pendidikan melebihi sarjana pendidikan di luar, karena telah mengalami praktik secara langsung, dan bertahun-tahun.

Itulah millieu Gontor, etos kerja yang telah puluhan tahun diterapkan dan diajarkan para pendirinya sejak awal mula pondok berdiri. Orang-orang yang terlibat di dalamnya pun menjadi tergerak dinamis, aktif, berinisiatif, dan bertanggung jawab. Semua itu secara otomatis akan menimbulkan kesadaran yang tinggi, kesadaran mengemban tanggung jawab masing-masing, dengan pengabdian total; hal yang tidak mudah ditiru dari Gontor. Apalagi, jika orang yang akan meniru tidak pernah sekolah di KMI atau belum tamat KMI. Banyak hal yang tidak mungkin dipahami, terutama ruh-ruh dan filosofi yang mampu menggerakkan kesadaran individu-individunya.

Karena itu, lembaga pendidikan yang sebelumnya telah memiliki sistem yang berbeda dengan sistem Gontor, kemudian akan diubah menjadi sistem Gontor, boleh dikata, mustahil. Mengubah kebiasaan bukan sesuatu yang mudah, apalagi jika kebiasaan itu terkait dengan pola pikir, gaya hidup, dan keyakinan. Terlebih lagi, jika pengambil kebijakan utama bukan alumni atau alumni yang tidak tamat, atau alumni yang tidak pernah merasakan menjadi guru di Gontor, bukan orang yang dapat menjadi contoh. Bagaimana mungkin memberi contoh, jika menjadi contoh saja belum mampu?

Maka, sebaiknya jika akan meniru secara kaaffah, alumni yang tamat KMI merintis pondok sendiri dengan sistem yang diyakini, agar menjalankannya enak, mudah, dan semeleh.

Buyut Makkah, Nopember 2009

Disalin dari WAG share dari Ustadz Iqbal yang disadur dari Facebook Ustadz Nasrullah Zarkasyi


Desember 30, 2018

GONTOR- Pada hari Kamis, (6/12) Kontingen Pramuka Penegak Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG) resmi diberangkatkan oleh Bapak Pimpinan di depan kantor pimpinan PMDG.. Kontingen akan mengikuti acara  “1st ASEAN Rover Moot di Games Village, Berakas, Brunei Darussalam” yang akan diselenggarakan kurang lebih selama satu pekan.

Kontingen Pondok Modern Darussalam Gontor terdiri dari anggota pramuka yang tergolong usia Penegak dan Bindamping, yang berjumlah 30 orang dengan perincian sebagai berikut:

Siswa Kelas 4 KMI    : 1        orangSiswa Kelas 5 KMI    : 13      orangSiswa Kelas 6 KMI    : 13      orangGuru KMI                   : 3        orangJumlah keseluruhan : 30      orang

Dengan pendelegasian tersebut, akan memudahkan Koordinator gerakan pramuka dan MABIKORI dalam mengetahui tolak ukut potensi dan kemampuan kepramukaan santri-santri PMDG, serta memberikan pengalaman kepada para adika dalam berpramuka baik di dalam maupun di luar Negeri.AbuFariz

https://www.gontor.ac.id/berita/gontor-delegasikan-kontingen-dalam-1st-asean-rover-moot-di-games-village-berakas-brunei-darussalam

Selamat Jalan, Pak Atul.
Bismillahirrahmanirrahiim,
Langit Amman, Yordania saat itu menangis, seperti aku menangisi kabar kelabu kepergianmu. Tepat hari Jum’at, 28 Desember 2018, hari yang begitu mulia kau kembali ke pangkuan Sang Pencipta, Allah SWT. Suasana mendung dan kelabu, rintik berhujan ini seperti pertanda, akan ada kabar duka yang tak kusangka itu darimu. Ustadzi, Nashrulloh Zainul Muttaqin.
Siapapun yang pernah belajar di Gontor, pasti mengenal beliau. Sosok yang penuh semangat, enerjik, aktif dan disiplin. Meskipun dengan keterbatasan karena sakit menahun yang beliau derita. Tapi itu semua tidak menghalangi tekad dan semangat beliau untuk terus mengajari kami banyak hal: seni, literasi, dan satu hal terpenting: filosofi hidup Gontory. Meskipun beliau bukanlah seorang tamatan KMI Gontor, tapi beliau faham betul bagaimana Gontor memiliki filosofi hidup yang diajarkan dari generasi ke generasi. Bukan hal yang  aneh, karena beliau adalah anak ke-10 pendiri Gontor, K.H. Imam Zarkasyi. Seorang ahli Bahasa Indonesia Gontor, yang selalu menuliskan kisah-kisah hidup penuh makna dari sisi yang terkadang kami tak mengerti, dari setiap sudut dinding Pondok.
Kepada kami beliau selalu bercerita, bagaimana bapaknya mendidik dan mengajarkan kedisiplinan dan kemandirian kepada anak-anaknya. Bagaimana beliau dan saudara-saudaranya dididik untuk tidur tepat waktu, baik tidur siang ataupun malam, belajar, ikut bekerja di sawah dan percetakan milik keluarga. Bagi kami, seorang santri yang tak pernah bertemu langsung dengan sang pendiri, cerita-cerita ini begitu menarik dan berharga untuk didengar. Dan dari lisan Pak Atul – begitu beliau selalu dipanggil – kami mendengar cerita-cerita keluarga Kyai kami yang tak pernah kami tahu.
Saya termasuk orang yang beruntung bisa berada dan belajar langsung dari beliau, meski bukan di ruang kelas. Pertemuan kami lebih dari sekedar itu, beliau sudah saya anggap ayah, seorang yang selalu memberikan nasehat dari hati ke hati, tidak melulu soal pekerjaan, bahkan hingga nasehat untuk kriteria mencari jodohpun beliau sampaikan kepada saya. Teringat masa saya mengabdi di Gontor, selama 3 tahun, sejak 2011 – 2013, ikut bersama dalam tim redaksi Warta Dunia (Wardun) Gontor, sebagai staf percetakan Darussalam Press milik pondok. Beliau sebagai pengarah, selalu datang, mengecek penyusunan buku tahunan yang melegenda itu, ke kantor kami. Tidak hanya itu, minat beliau kepada musik membuat saya lebih intens berinteraksi dengan beliau. Beliau paham betul, saya yang pemain musik di Gontor ini, bersama kawan-kawan lainnya, selalu diarahkan tentang bermusik yang baik, dengan standar Gontor, dalam setiap kesempatan. Baik dalam acara seperti Mahadasa Show, ataupun hanya sekedar mengobrol ringan.
Teringat tahun 2013, masa-masa akhir penyusunan Wardun, setelah selesai tugas saya sebagai typewriter artikel Bahasa Inggris, saya datang dan berbicara kepada beliau, tentang keinginan saya menciptakan satu lagu untuk para Pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor, terkhusus kepada K.H. Abdullah Syukri Zarkasyi, kakak beliau. Saya merasa, sebagai seorang adik, tentu memiliki perasaan yang lebih dalam karena ikatan darah dan hidup bersama sejak kecil. Dan beliau menyanggupi untuk membuatkan lirik. 2 hari setelah itu, beliau datang dan memanggil saya, memperlihatkan teks lirik yang belum bernada itu, dengan judul “Ode Untuk Pimpinan”. Tepat di dalam kantor redaksi Wardun itu, saya mainkan gitar, menghias lirik itu dengan nada, tentunya dengan Pak Atul disamping saya memberikan inspirasi nada-nada yang beliau imajinasikan. Sebuah lagu yang hingga kini masih saya ingat dan simpan, sebagai kenangan, ada sebuah lagu yang kami ciptakan bersama.
Setiap orang yang pernah mengabdi hingga menjadi pembimbing Drama Arena dan Panggung Gembira pasti tahu, bagaimana gairah beliau dalam mengarahkan setiap detil acara, baik dari individu panitia, pemain di atas panggung, bahkan fasilitas dan media yang kami gunakan, tidak luput dari koreksi, masukan dan arahan beliau. Kami tak akan pernah lupa Pak Atul, bagaimana engkau mengundang kami ke rumah, hanya sekedar untuk minum teh dan berdiskusi tentang konsep acara, atau sekedar menanyakan kabar kami. Sampai titik ini, saya sadar, masih punya hutang undangan antum untuk Tasyakkur atas selesainya Panggung Gembira 2016 yang selalu antum tanyakan, tapi hingga kini belum bisa kami laksanakan. Maafkan kami, Ustadzii.
Ya Allah, saya bersaksi bahwa beliau adalah orang yang ikhlas, betul-betul ikhlas untuk kami, para santrinya, untuk pondok, dan untuk-Mu Ya Rabb. Beliau selalu bilang, tak pernah mencari materi, tapi kepuasan batin, melihat para santri, menularkan semangat untuk berkembang dalam setiap bidang yang kami tekuni, lalu menjadi amal jariyah adalah kekayaan yang hakiki.
Selamat jalan Pak Atul, maafkan saya, anakmu yang tak bisa berada disana dan mengantarkan antum ke peristirahatan terakhir, hanya bisa menangisi dan mendo’akan kepergian antum disini.
Semoga Allah membalas segala jasamu, menghitungnya sebagai amal jariyah disetiap langkah, husnul khatimah dan diberikan tempat terbaik di sisi Allah Rabbul ‘Alamiin.
Kami percaya, meski ragamu tak lagi ada, tapi kenangan dan nasehatmu akan selalu hidup dalam pikiran, hati dan jiwa kami. Inna lillahi wa Inna ilaihi Raaji’uun.
Sekali lagi, selamat jalan, Ustadzii. Langit kelabu hari Jum’at ini, tak akan pernah terlupakan.
Bandung, 28 Desember 2018. 14.39.
Anakmu,
Alumni Gontor IKPM Bandung
Dicopypaste dari Grup WA


Oleh: Amir Hamzah

Sering satu dua kali saya mendengar teman berkomentar. Ketika memanyakan kepada kami :”Putranya sekolah dimana?”, lantas kami menjawab :”Anak-anak kami di Pondok”. Lantas dikomentari :” Apa tidak sayang, putranya pinter-pinter kok dimasukkan pondok”. Biasanya kami tidak langsung menjawab. Tetapi kemudian kami mencoba membangun argumentasi kenapa anak-anak kami, kami serahkan ke Pondok. ALFA, anak pertama kami di Pondok Gontor- 1 Ponorogo, dan FATMA anak kedua kami di Gontor Putri-3 Ngawi. Alhamdulillah ALFA saat ini sudah tingkat akhir tinggal menunggu ujian. Kami bersyukur dan terharu melihat perkembangan ALFA, yang ketika kecil nakal, tidak mandiri. Sekarang nampak dewasa dan mandiri. Kami merasa semua itu berkat tempaan pondok yang super ketat, sarapan cuma sama sambel, ketemu lauk cukup seminggu sekali. Masjid GOntor I ini menjadi kenangan buat ALFA …


FATMA, juga alhamdulillah sudah krasan. Masuk pondok karena kemauan sendiri. Bahkan kami sebenarnya cukup sedih ketika harus berpisah setelah lulus SD. Terasa waktu berlalu begitu cepat… . Sekarang sudah hampir selesai klas 3. Pernah suatu waktu tidak krasan dan minta keluar. Ketika kami tanya alasannya karena ingin jadi Dokter, dan di Pondok tidak memberikan bekal untuk jadi dokter. Lalu kami bujuk dan saya ceritakan kisah anak putri teman saya yang keluar dari pondok kerana ingin jadi dokter, dan setelah keluar pondok, pindah SMA, setelah lulus SMA ternyata juga tidak dapat masuk Fakultas Kedokteran. Saya yakinkan bahwa Allah yang akan mengatur segalanya. Kalau memang ingin jadi Dokter, insya Allah, Pondok bukan halangan…Alhamdulillah FATMA dapat menerima argumen kami, dan sekarang sduah mulai enjoy lagi..

Saya cukup paham, bahwa kebanyakan kita menganggap pondok bukan pilihan masa depan yang baik, terutama untuk karir hidup seseorang. Bagi kebanyakan masyarakat, termasuk muslim, pilihan terbaik adalah, SMP favorit, SMA favorit dan Perguruan Tinggi favorit dengan jurusan favorit semacam KEDOKTERAN, TEKNIK, EKONOMI, PSIKOLOGI atau FARMASI. Alhamdulillah kami tidak lagi berprinsip seperti itu.

Sederhana saja argumennya, sebuah hadtis : “Kejarlah urusan akheratmu maka insya Allah urusan dunia akan mengikuti”. Aplikasi kami perdalam ilmu agama dengan benar, maka masalah kehidupan nanti serahkan kepada Allah. Mungkin bagi sebagian orang ini argumen konyol. Tetapi perjalanan hidup saya dan istri telah mengajarkan keyakinan seperti itu. Saya bilang sama istri, “saya ingin anak-anak masuk pondok bukan karena saya paksa. Saya ingin anak-anak memahami agama dan berjuang untuk agama ini dengan pemahaman yang tinggi. Saya tidak terlau peduli akan jadi apa anak-anak saya nanti. Dokter, Insinyur, Guru, atau profesi apapun… yang penting mereka ikut memperjuangakan agama ini…” demikian prinsip saya.

Kalau menuruti perasaan maunya anak-anak tetap bisa berkumpul, selama mungkin. Sedih menahan kangen… Tetapi dengan keyakinan justru dengan anak-anak jauh setiap saat kami berdoa untuk mereka. Dan saya yakin mereka berdoa untuk kami. Lain dan belum tentu itu terjadi ketika mereka anak-anak selalu bersama kita………Ya Allah semoga Engkau menjaga mereka dimanapun mereka berada. Amin!

...
 
Serasa waktu berjalan sangat cepat. Hanif (Aik) menyusul kakak2nya menjadi capel di Gontor 2 sejak 2 Juni 2011. Berat rasanya berpisah…, lebih berat daripada ketika Alfa ke Gontor 5 tahun lalu, karena Alfa sudah lulusan SMP, sementara Aik baru lulus SD (malah belum lulus… karena belum pengumuman, baru tanggal 18 Juni 2011). Terngiang komentar teman 5 tahun lalu ketika saya memasukkan anak ke Pondok Pesantren, “pinter-pinter kok masuk Pondok”. Tidak banyak memang teman se sekolah Aik yang ke Pondok, kebanyakan ke SMP-SMP favorit, meskipun harus dag-dig-dug dengan NEM. Aik terdaftar sudah pada urutan 703, dari target (katanya 2500 siswa).
Menyaksikan Aik tidur di kasur lipat (di kamar 8×8 m diisi 40 orang), makan sederhana, dan mulai rutin untuk selalu antre… rasanya ayah dan ibu tak tega dan selalu ingin menitikkan air mata. Tetapi menyaksikan latihan disiplin super ketat 5 kali sehari, sholat berjamaah bersama ratusan dan mungkin nanti ribuan siswa lain, main bola, olah raga berbagai rupa, latihan pidato, dan kebersamaan dengan teman sebaya seluruh Indonesia (bahkan ada yang dari luar), rasanya jadi terhibur kesedihan berpisah dengan Aik.
Meskipun dibanding teman-teman lain yang maunya ditunggu beberapa hari, Aik hanya ditunggu ibunya semalam, dan ditunggu Bapaknya 2 malam sudah mau ditinggal. Malah orang tuanya yang tidak tega dan ditega-tegakan. Tapi ini tentu tak ada istimewanya, karena hampir semua orang tua mengalami perasaan yang sama. Tentu akan lebih berat jika berasal dari luar jawa. Semua orang tua memiliki harapan yang sama, agar anak-anaknya menjadi anak yang sholeh dan sholehah… hanya cara mereka menempuh dan ikhtiar memang berbeda-beda…
Ya Allah lindungilah anak-anak ini, dan jadikanlah mereka para pejuang-pejuang agamaMu… dimanapun nanti mereka berada. Karena sesungguhnya kami sadar bahwa… anak-anak kami hanyalah amanatMu… maka kami kembalikan mereka dalam lindunganMu dan penjagaanMU… Amin…Ya rabbal ‘alamin…..

...


“Kok mau ya putranya masuk pondok?”, “gimana sih caranya?, sebenarnya saya juga pengin anak saya masuk pondok”. “Anak saya nanti juga akan saya masukkan ke Pondok, kalau gak ketrima di Negri”. “Dari pada nggak sekolah, anak saya ya di pondok saja”. Demikian kalimat-kalimat yang sering saya dengar, jika saya atau istri ditanya, anaknya sekolah di mana?, dan di jawab sekolah di Pondok.

Saya pernah “iseng” menguji “tekad” anak saya ke-3, yang juga sedang menjalani CAPEL di Gontor sejak 2 Juni 2011, begini. “Nif, andainya NEM kamu 30, nilainya 10 semua, apa kamu juga tetap akan ke Gontor? Nggak pengin ke SMP 5?? SMP negeri paling TOP di Kodya Yogya, dan jadi impian sebagian besar anak-anak SD dan para orang tua”. Jawaban anak saya membuat kami haru, “Ya, saya tetap akan masuk Pondok”. Ketika Aik kami tanya, “emang cita-citamu mau jadi apa sih?” , saya coba menirukan orang yang suka meremehkan pondok dan bertanya “Sekolah di Pondok itu nanti mau jadi apa sih?”. Jawaban Aik menambah haru :”SAYA MAU JADI ULAMA !!!”.
Ketika pengumuman UNAS SD dibuka, dan kami menerima berita NEM, alhamdulillah NEM Aik :28,10 (IPA 9,75, Matematika 9,75 dan B.Indo 8,60) tiket yang aman untuk SMP 5. Ketika saya bawa pengumuman itu saya bawa ke AIk di Gontor, saya goda :”Ik, bisa masuk SMP 5 lho?, gimana??”. Jawab Aik :”Saya sudah mantap dan enjoy Pak disini, doakan saja!”….

 https://ceritagontor.wordpress.com/2012/07/21/pinter-pinter-kok-masuk-pondok/

Author Name

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.