Serial Public speaking :

Desember 27, 2018

"Bisa bicara itu penting, tapi kalai bisanya cuma bicara, ini yg membahayakan... "
Sekelumit kalimat KH Syukri Zarkasyi ini membuka tulisan saya mengenai Public Speaking hari ini. Kenapa bisa bicara itu penting? Karena bicara itu efeknya bisa jangka panjang. Dia bisa mempengaruhi daya fikir seseorang sehingga dia lemah, atau bahkan bisa membakar semangat juang orang-orang untuk berperang seperti yg dilakukan Bung Tomo tahun 1945 yang lalu. Bisa membuat orang lain mengikuti anda seperti yg dilakukan Habib Rizieq, atau bisa juga menjadi orang melembutkan hati orng lain seperti Aa Gym. Bisa membawa kepada sebuah susana masa lampu yg menarik emosi kita, sebagaimana Candra, Alumni Gontor yg sekarang jadi Mc Istana negara itu begitu bisa membawa suasana itu ketika peringatan 90 tahun Gontor. Begitu pentingnya kemampuan Publik Speaking ini, bahkan sejak dulu sehingga sekarang,

Muhadoroh sebagai salah satu cara mendidik pidato ini sudah diajarkan di hampir semua sekolah dengan nama pesantren.
Publik Speaking dalam ajaran sederhana. dulu sering di berikan orang tua kita sebagai doktrin.

'He, kamu itu bicara sama orang tua jangan begitu... harusnya kamu ucapkan begini.... "

"Kamu ga boleh bilang begitu sama teman kamu yg tidak punya itu, kasihan.... "

"Kamu harusnya bisa memberi motivasi kepada teman kamu yg tengah dirundung derita itu... bangkitkan semangatnya.... "

Secara sederhana, itu adalah sebuah ajaran dari orang tua kita yg menyatakan bahwa Public Speaking itu penting. Karena selain melibatkan pembicaraan, Public Speaking juga melibatkan emosi, pemikiran yg matang biar kata-katanya tidak di salah pahami, Juga disangkutkan dengan pemahaman budaya masyarakat dimana dia bicara sehingga tidak menyinggung .

Lebih penting manakah antara bahasa tulisan dan bahasa ceramah? Keduanya penting menurut saya. Keduanya membutihakn persiapan dan bahan pembicaraan yg cukup. Cuma kalau publik spekaing, perlu kehati-hatian lebih, karena berhadapan langsung dengan Audience. Jika salah mengucap, bisa bahaya. Contohnya ya seperti yg saya alami. Disebuah desa di Ponorogo saya harus memberi ceramah dalam bahasa Jawa. Ada satu kata-kata yg sering saya ulangi berkali-kali , kata-kata itu adalah "Kita kedah "nglakeni "nopo ingkang dipun perintahaken dening gusti Allah.. (Kita harus melakukan apa yg diperintah oleh Allah).

Nah, setelah selesai saya memberi cermah. Saya di wa oleh panitia..

"Ust, afwan tadi antum mengulang kata-kata "nglakeni" berulang-ulang maksudnya apa? "

"Oh itu maksudnya "menjalankan" tapi saya buat dengan bahasa kromo inggil "

"Oh begitu, afan ust.. kalau untuk "melakukan" biasanya penduduk desa menggunakan kata

"nglampahi"...sedangkan kata "nglakeni" itu artinya berhubungan badan antara suami dan Istri... "

Bak tersengat listrik rasanya saya membaca wa itu. Bisa dibayangkan, sebagai pembicara, apalagi soal agama. Saya mengulang-ulang kata-kata yg tabu untuk di ucapkan berkali-kali. Dan itu dihadapan para sesepuh desa itu. Sayapun akhirnya minta maaf yg sebesar -besarnya atas kesalahan yg tidak saya sengaja itu. Nah, bisa dibayangkan kalau kita bicara tanpa persiapan dan tahu kondisi masyarakat, tentu akan menciptakan masalah tersendiri bukan?

Nah, hal seperti ini mungkin tidak akan kita temukan pada Dunia Tulis menulis kecuali sedikit, karena tulisan bisa di edit, dan biasanya orang membacanya secara Individual dan bukan bersama-sama. Meskipun kalau tidak di edit ya kita akan menghadapai resiko yg sama juga. Bagitulah penting Public Speaking atau seni berbicara di hadapan Public. Bahasa, Intonasi, mimik muka, penekanan suara , Gaya Bicara, dan gerak tubuh menjadi satu. Satu jiwa...

Lalu bagaimana memulai seseorang itu bisa bicara? Atau memindahkan bahasa tulisan ke dalam bahasa oral? Bagaimana agar orang bisa menangkap pesan kita "Bi Qadri Uqulihim"??
Insya Allah akan kami hadirkan dalam tulisan-tulisan mendatang...

 Sumber

Posting Komentar

[blogger]

Author Name

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.