Dimana “ketampanan” anak-anak Gontor itu??
Coba kalau anda berkunjung ke Gontor ketika syawwal atau musim pendaftaran santri baru, lihatlah para caloin santrinya itu. Bermacam-macam bentuk dan raut mukanya. Dari yang besih, rapi, dan ganteng, sampai yang kelihatan “babak belur” dan tidak peduli kebersihan sama sekali. Pokonya bentuknya luar biasa banyak.
Lalu bandingkan dengan kelas enam yang 3 atau 5 tahun lalu juga sama seperti mereka para santri baru itu. Betapa gagahnya mereka. Berjas Rapi, dengan penuh senyum melayani para tamu yang mendaftar, ganteng dan ramah nampak dalam senyum mereka. Nampak gentle dalam kayuhan sepeda onta yang menjadi kendaraan kebanggaan kelas 6. Intinya adalah, anak-anak Gontor kelas 6 hari itu nampak beda sekali. Gagah, ganteng, rapi, wangi, menjadikan siapapun biasanya punya kesimpulan...Menantu Ideal adalah Alumni Gontor....he..he..
Biasanya setelahnya Pak Kyai akan Menyampaikan..
”Anak-anakku...Dulu jualan duku, sekarang jual Rambutan...Dulu ndak laku, sekarang jadi Rebutan..”
Indah nian saat-saat itu. Tapi sebetulnya, pertanyaan mendasarnya adalah, dimana letak “ketampanan” anak-anak Gontor sehingga jadi Rebutan itu? Padahal mereka juga masih macam-macam wajahnya. Warna kulitnya juga pasti berbeda-beda. Tinggi rendahnya sudah pasti tidak sama. Kemampaun akademis? Itu pasti juga berbeda. Lha, lalau dimana “tampan”-nya anak-anak Gontor itu? Jawabnya ada pada Rasa percaya diri dalam dada.
Dari mereka kelas satu, ajaran yang ditanamkan di Gontor adalah ajaran percaya diri. Kamu boleh salah berbahasa, tapi tidak harus kehilangan percaya diri dalam menggunakan bahasa. Kamu boleh salah dalam berpidato, tapi jangan sampai hilang rasa percaya dirimua dalam bermuhadoroh. Kamu boleh bilang tidak bisa main bola, tapi jangan sampai hilang percaya dirimu ketika mengolah si kulit Bundar. Kamu boleh menyatakan kamu tidak bisa jualan, tapi jangan pernah kehilangan percaya diri untuk belajar dan berlaitih jualan, kamu bisa saja mengatakan saya tidak bisa Pramuka, tapi jangan sampai kehilangan momentum bahwa inilah jiwa pramuka saya.
Di Gontor, santri diajari untuk berkata, saya mungkin tidak pernah bisa ini dan itu, tapi saya tidak boleh kehilangan rasa percaya diri saya untuk belajar dan membantu. Lingkungan Gontor juga membentuk itu. Dilarang mentertawakan santri yang salah dalam belajar, wewenang diberikan kepada kakak kelas, dijaga, dan dipelihara dalam balutan wibawa yang khas. Kyaidan Guru tampil perlente, dijaga. Para santri diminta pakai baju masuk, dan bajunya dibedakan untuk sholat, olahraga, masuk kelas, dan tidur. Biar mereka terbiasa dengan kondisi teratur dan terencana itu. Pelan tapi pasti..”ketampanan” itu dibiasakan...
Maka percaya diri inilah yang menjadi modal utama para alumni yang berkirpah diluar. Gerakan mahasiswa kampus, gerakan Islam, ormas, partai politik, keguruan, kependidikan, hampir semuanya ada Alumni yang bergerak didalamnya. Bahkan saking masifnya, kata pak rektor Unida pernah manyatakan bahwa sekarang ada semacam kaukus ABG alias Asal Bukan Gontor. Karena begitu merajalelanya Alumni Gontor di tempat manapun mereka berpijak.
Ada seorang murid sayac menyatakan, bahwa dia sama sekali belum belajar memnggunakan kamera TV, tapi dia bekerja sebagai orang lapangan disebuah stasiun Tv. Ketika ada kejadian luar biasa waktu itu. Spontan duia ambil kamera, dan dia mencoba shoot hal baru yang yang ada didepannya itu. Meskipun dia tahu, kameranya itu sama sekali tidak dia gunakan, karena dia tidak tahu caranya.
Ada juga di arena Perlombaan Pramuka, dimana Kontingan Gontor merasa dicurangi. Maka tampillah “the best actor” kita ke depan dewan juri, lalu dengan PD-nya dia berkata dengan keras...
“Saya sudah pernah ikut Jambore daerah...Jambore Nasiona...Sampai JAMDUN saya pernah ikuti..Tidak ada yang panitianya konyol seperti ini..ini memalukan pramuka..!!”
Seluruh panitia meminta maaf serius kepada kontingan Gontor. Padahal yang tadi bicara itu ndak pernah ke Jambore dunia manapun. Pas ditanya temennya..
”Ente tadi Ngomong ikut JAMDUN, emang jambore dunia dimana?”
Dengan enteng dia menjawab. “JAMDUN.... Jambore Madiun”
Percaya diri inilah yang menyebabkan mereka siap menjadi siapapun. Karena ketika mereka percaya diri dengan kemampuan seadanya, justru kemudian mereka bisa belajar, bisa terdidik, dan bisa terbina menjadi prifesional. Maka inilah sumber “ketampanan” anak-anak Gontor.
Percayalah, ketika seirang wanita tiba masanya menikah, maka dia tidak akan lagi memandang Ganteng atau Tampannya calon suaminya. Tapi lebih jauh akan memandang kedepan, masa deoan depan yang dia akan pertahruhkan ini akan seperti apa. Dan biasanya, Alumni Gontor yang sudah terlatih percaya diri akan tersenyum. Lalu dengan suara mantap dia akan berkata...
“Apapun mimpimu...Insya Allah kita akan mewujudkannya...berdua...”
Sumber https://www.facebook. com/bimbelgontor/posts/dimana-ketampanan-anak-anak-gontor-itucoba-kalau-anda-berkunjung-ke-gontor-ketik/791179554408476/
Posting Komentar