Hal Yang Tidak Bisa Disusul Anak terhadap orangtuanya: Usia dan Pengalaman

Januari 16, 2019

Pagi itu seperti biasa, Arfan membantu ayahnya mengemas kue ke dalam kemasan kotak. Kegiatan yang rutin dia lakukan saat mengisi liburan sekolahnya. Ayahnya memiliki usaha produksi kue yang dikemas, untuk kemudian dikirim ke terminal bis kota.

Berbeda dengan adiknya, Arfan terlihat bersemangat kalau membantu ayahnya. Karena ternyata mereka berdua memang suka ngobrol! Bawel kata Bundanya 😁. Tp Arfan menikmati itu karena tidak jarang dia mendapat ilmu baru dari bermula ngobrol santai ngalor ngidul hingga serius saat berdua dengan ayahnya.

"Fan, suatu saat nanti ilmu kamu pasti lebih banyak dari ayah. Nanti bisa jadi ayah yang akan banyak bertanya sama kamu." kata ayahnya sambil menyodet kue dari loyang dan memasukkannya ke dalam kotak.

"Kira-kira nanti kamu menganggap ayah bodoh ga ya karena banyak bertanya?" Ayahnya membuat pertanyaan menguji.

"Ya ga mungkinlah Yah. Ga mungkin Arfan gitu." Kata Arfan sedikit protes. Sebuah jawaban yang sebenarnya ayahnya sudah menduga.

"Ayah mau cerita Fan, dulu waktu ayah kuliah. Saat ayah pulang liburan ke rumah, ayah melakukan sesuatu yang sangat ayah sesali hingga sekarang. Mudah-mudahan jadi pelajaran buat Arfan".

Wah asyik mulai nih cerita baru, kata Arfan dalam hati dengan semangat. Karena senang saat ayahnya bercerita masa kecilnya.

"Angku (Kakek) kan ABRI jaman dulu, dari jaman Belanda, jepang, merdeka, revolusi, termasuk jaman PKI. Mungkin karena dulu terbiasa was-was, beliau itu sangat besar kekhawatirannya. Di rumah Angku dulu pintu depan itu kuncinya banyak. Sdh pake kunci pintu tapi ditambah lagi gembok tiga. Terus kalo ada bunyi mencurigakan diluar Angku selalu curiga dan menyuruh kami anak-anaknya buat mengecek di luar. Padahal kami yakin itu mungkin suara kucing atau tikus, atau suara roda gerobak bakso yang melewati polisi tidur. Tapi kami tetap harus mengecek kalau ga Angku marah" 

"Nah, ayah dulu setelah kuliah baru dua tahun, merasa tau sedikit ilmu karena baru beberapa kali ikut pengajian, dan merasa kebiasaan Angku itu terasa aneh dan terlihat berlebihan, ayah mencoba ingin menasehati Angku. Niat ayah saat itu mungkin ayah rasa baik, supaya Angku bisa tenang dan tidak terlalu khawatir. Kasihan juga hidupnya penuh was-was".

"Suatu sore mulailah ayah mendekati Angku, merasa siap dengan ilmu dan dalil. Kata ayah, "Pak, kata guru kita tuh ga boleh terlalu was-was, terlalu cepat curiga. Curiga bisa membuat kita su'uzhon bla, bla, bla.. sambil ngeluarin terjemahan ayat dan hadist, disangka Angku akan nerima bahkan memuji (ah ria banget Ayah dulu). Tapi apa yang terjadi..., Angku yang memang punya darah tinggi ternyata tiba-tiba marah pake bahasa daerahnya, "kamu sudah pintar ya! Ilmu baru sedikit sudah berlagak mau menasehati Bapak!, kamu tau apa yang buat Bapak seperti ini? Bapak dulu hidup bertahun-tahun berada dalam ancaman perang, membunuh atau dibunuh, kawan berkhianat, sudah merdeka Bapak dituduh PRRI, terus Bapak dijauhkan oleh saudara2 Bapak dengan orangtua, karena Bapak anak laki-laki satu-satunya, krn mereka khawatir warisan nanti ke Bapak, Bapak tau makam orangtua Bapak itu baru kemaren2, karena makamnya tidak diurus sama saudara, Jalan hidup Bapak membuat Bapak seperti ini! Kalau belum pernah merasakan ujian seperti ini jangan merasa lebih tau menghadapi hidup!"

"Astaghfirullah, ayah terdiam.. ga nyangka respon Angku seperti itu, ayah ga bisa ngomong apa2. Kalo waktu bisa diputar rasanya pengen tidak terucap nasehat ke Angku. Belum pernah ayah melihat Angku seperti itu. Langsung ayah minta maaf ke Angku, sambil nangis dan memeluk. Menyesal sangat membuat Beliau marah... Di saat Angku sudah tenang kemudian Angku balik meluk ayah, "Nak sebenarnya Bapak tau niat kamu baik, tapi kita ga bisa tiba2 menyalahkan tabiat seseorang sedang kita tidak tau jalan hidup yang membuat orang itu berwatak demikian. Pahami dulu sejarahnya."

"Ya Pak, saya janji ga akan begitu lagi", kata ayah sambil mempererat memeluk Angku."

"Ayah dapat pelajaran berharga: ilmu banyak tidak serta merta membuat orang bijak. Ada satu yang tidak bisa kita susul dari orangtua: usia dan pengalaman hidup".

"Kira-kira nanti Arfan suatu saat, saat Arfan rasa ada yang kurang tepat dari ayah, Arfan mau nasehati ayah?" tanya sang ayah.

Arfan kaget, tidak menyangka akan ditanya sehabis serius mendengar cerita ayahnya. "Ga mungkin Yah, ga mungkin Arfan berani nasehatin ayah", jawab Arfan buru-buru.

"Kenapa ga. Ga apa-apa. Takut ayah marah ya." Kata Ayah.

"Tapi ..." Kata Arfan ragu

"Kan jalan hidup ayah tidak seberliku jalan hidup Angku, Dan Ayah sudah belajar banyak dari Angku. Insya Allah respon ayah akan beda. Kecuali ... Arfan nasehatinnya ga sopan," sang Ayah melirik menggoda ke anaknya.

"Insya Allah, ga akan Yah. Ayah belajar dari Angku. Dan Arfan belajar dari ayah," kata Arfan yakin.

Kemudian mereka tertawa, dan obrolan beralih ke sepakbola. Ayahnya pendukung MU dan Arfan pendukung Arsenal. 😁🙏

Posting Komentar

[blogger]

Author Name

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.