Panggil saja dia Emnuh. Secara silsilah nasab seharusnya mendapat gelar khusus pada namanya seperti “gus”, karena bapaknya adalah salah satu ustadz paling senior di Gontor.
Pak Hasan dan Pak Syukri, dua pimpinan pondok saat ini adalah murid bapaknya. Tapi inilah kampung damai Gontor, tempat dimana saya adalah saya bukan siapa bapak saya.
Sesuai tradisi, santri yang berasal dari sekitar desa Gontor boleh untuk tidak tinggal di asrama. Hanya bersekolah dan mengikuti kegiatan-kegiatan penting lainya, selebihnya berada di rumah.
Rumah orang tua Emnuh hanya berjarak 200meter, tapi dia memilih tinggal di asrama selayaknya santri yang berasal dari luar kota. Mengikuti segala aturan disiplin yang super ketat dan menerima hukuman jika melanggar sebagaimana santri lainya.
Kami dipertemukan ketika diberi amanah untuk menjadi mudabbir asrama Rayon Calon Kibar Baru (RCKB) ketika kelas 5. Ini adalah keajaiban bagi saya yang berasal dari rayon shigor, kok bisa-bisanya jadi pengurus keamanan di rayon kibar??
Itulah Gontor, siap atau tidak siap? harus siap!.

Tahun 2000: Asrama RCKB terletak di lantai dasar masjid dan gedung darul hijrah di barat masjid.
Hari pertama pertemuan pengurus, saya kaget ketika Emnuh menanyakan silsilah keluarga saya. Lalu kemudian saya tahu bahwa di antara kami ada pertautan kekerabatan. Dari situ kami menjadi akrab karena mendapat undian kamar yg sama.RCKB adalah kompleks asrama yang dikhususkan untuk santri baru dari tamatan SLTP. Menjadi pengurus di asrama anak baru adalah dua sisi mata uang, bencana sekaligus bangga.
Bangga karena katanya, yang bisa menjadi pengurus telah diseleksi berdasarkan empat kriteria: prestasi, loyalitas, dedikasi dan tanpa cacat. Padahal tahun sebelumnya saya dibotak 3 kali, kok masih terpilih ya?
Bencana?, karena tingkat pengawasan dari pengurus pusat terhadap kelangsungan disiplin dan bahasa di asrama tipe ini dua kali lipat lebih ketat dibandingkan pada asrama santri lama.
Hampir seminggu sekali kami mendapat panggilan dari pengurus pusat untuk dikoreksi. Dari bagian keamanan, pengajaran, bahasa, bersih lingkungan bahkan sampai bagian kesenian juga mengoreksi kami, hanya gara-gara ada kamar yang membuat jadwal piket terlalu simpel.
Di zaman saya, proses koreksi dari pengurus pusat ini selain diisi khutbah ceramah juga dibarengi hadiah pukulan rotan. Disinilah saya melihat keikhlasan seorang santri menerima pendidikan. Kalau ustadz-nya yang ikhlas sih sudah banyak kami jumpai sehari-hari.
Setiap ada panggilan koreksi dari pusat, Boss Jack sang ketua sering meminta Emnuh untuk tidak ikut.
“Ente enggak usah ikut, entar ane bilangin kalau ente bla-bla-bla”
Tapi Emnuh ini tetap ngeyel

foto saat kami di gundul bersama
Hingga suatu malam kami dipanggil ke keamanan pusat untuk suatu kesalahan yang tergolong fatal, tidak ada yang mengantar laporan absen sore. Sangat menakutkan bagi kami semua. Dan lagi-lagi Boss Jack meminta Emnuh untuk tidak ikut, tapi tetap saja ngeyel untuk ikut.
“Kita diberi amanah sebagai satu tim, jadi harus bertanggung jawab juga sebagai tim yang komplet”, jawabnya.
Padahal saya haqqul yaqqin semua pengurus Keamanan Pusat pasti familiar dengan profil Emnuh. Karena dia selalu melewati gerbang selatan pondok untuk pulang ke rumah sehari 3 kali untuk makan di rumah. Lagipula salah satu pengurus keamanan adalah tetangganya, pasti tahu silsilah keningratanya. Tapi inilah Gontor, anda adalah kamu bukan siapa bapakmu.
Pemandangan memilukan itu akhirnya tersaji di hadapan saya. Selepas koreksi selesai, Emnuh tidak bisa jalan hingga harus dipapah oleh dua dari kami.
“Oalah Nuh, dibilangin nggak usah ikut kok ngeyel!!“, gumamku sambil ngelus dada.
Secara fisik Emnuh adalah yang paling kecil dan kurus di antara kami, tapi keikhlasanya dalam menerima semua ajaran Gontor melebihi kami semua. Seorang putra ustadz senior dengan ikhlas menerima kadar hukuman yang sama dengan kami. Bahkan di satu episode dia dengan berani berkata
“Maaf kak, pakai tangan saja, kaki saja sudah tidak ada tempat untuk rotan?”
10 tahun kemudian, saya kembali menemui sahabat dan kerabat ini di hari pernikahanya. Berkat keikhlasanya dalam belajar, dia sekarang adalah kaligrafer bertaraf Internasional lulusan Azhar Mesir.
Dia pun dipercaya Gontor untuk merumuskan kembali kurikulum pembelajaran Khat/Kaligrafi dengan memperkenalkan metode kasykul yang sukses merevolusi cara belajar menulis arab dengan baik, benar dan bagus. Metode ini kemudian diadopsi oleh pondok cabang dan alumni serta pesantren lainya di Indonesia.
Subhanallah. Hanya pribadi menakjubkan yang bisa merubah kurikulum yang sudah diwariskan, dirumuskan dan diwakafkan para pendiri Gontor.
Ikhlas dalam belajar adalah kunci sukses dalam mengarungi pendidikan di Gontor. Ikhlas sebagai santri dan tetap ikhlas ketika menjadi guru. Seperti nasehat para pendiri, harus siap dipimpin dan siap memimpin.
Semoga bermanfaat.

Note: Nama asli lakon di kisah ini disamarkan, karena saya belum mendapat izin dari yang bersangkutan, termasuk gambar khat di atas
Sumber https://migontor.wordpress. com/2014/01/12/emnuh-kisah-keikhlasan-seorang-santri-untuk-diajar/
Posting Komentar