
WTDI? Apa itu? Hehehe maaf lagi seneng buat singkatan 🙏😁. WTDI itu singkatan What To Do If, sebuah ungkapan pertanyaan akan sebuah solusi masalah komplit dengan juklak, juknisnya. Kadang ada saat kita membutuhkan solusi suatu masalah, kalo kita mencari banyak referensi kadang tidak spesifik. Mudah-mudahan ini bisa jadi salah satu jalan referensi yang spesifik.
Yang pasti pertanyaan-pertanyaan yang muncul disekitaran masalah pondok dan wali santri. Begitu juga solusi-solusinya adalah bersumber dari seputaran praktisi pondok (Kiai, para ustadz atau pengalaman wali santri)
Pertanyaan-pertanyaan ini dihimpun dari beberapa forum, atau juga pengalaman pribadi. Dan jawaban-jawaban solutifnya juga didapat dari ngubek-ngubek artikel dan juga info-info dari walsan, juga sedikit pengalaman pribadi.
Part 1 dari WTDI ini yaitu: Apa yang harus dilakukan jika ingim memasukkan anak ke pondok
Walsan senior ga boleh protes! Anak saya kan sudah di pondok! 😁🙏. Karena diluar sana masih banyak calon-calon walsan lain. Lebih banyak dr calon presiden, oops 🤭.
Saat memiliki anak usia SD, orangtua biasanya sudah mempunyai rencana ingin memasukkan anaknya kemana jika sudah lulus. Ada yang berteori katanya hormati pilihan anak kemana dia mau melanjutkan sekolahnya. Alasannya biar anak enjoy sekolahnya, dan juga melatih anak membuat keputusan. Sepertinya keren ya 😀. Tapi akal yang dikaruniakan Allah kepada kita melihat teori ini sepertinya ada sesuatu yang ganjil. Anak lulusan SD, belum punya pengalaman, ilmu terbatas disuruh membuat keputusan langkah awal jalan hidupnya? Hmmm
Di sisi lain, ada orangtua mempunyai pemikiran idealis terhadap pendidikan lanjutan anaknya, kemudian memaksa anak tersebut untuk ikut pilihan orangtuanya. Hmm ini juga sepertinya bakal jadi masalah. Terus bagaimana?
Memahami Fungsi dan Posisi Orangtua terhadap Anak
Menjawab pertanyaan diatas, kita harus kembali memahami fungsi kesadaran kita sebagai orangtua terhadap anak. Dari berbagai sumber, penulis menyimpulkan hal dasar yang harus dipahami orang tua:
1. Orangtua bukan "pemilik" anak
2. Orangtua hanya "ketitipan" amanat (berupa anak)
Dua fungsi kesadaran ini (kalau dijabarkan bisa satu bab buku 😅) insya Allah akan menjadi frame kita dalam mendidik anak.
Action!
Gagal merencana maka sama dengan merencanakan kegagalan. Istilah yang sering kita dengar dalam talk show atau seminar motivasi. Ada benarnya juga. Tidak merencanakan dari awal akan memasukkan anak ke pondok sama seperti dengan memasukkan anak ke tempat yang asing, kalau seandainya anak dinaungi hidayah insya Allah anak selamat, tapi kalo tidak malah akan menjadi masalah buat anak dan yang paling ditakutkan menjadi masalah bagi santri-santri lain bahkan bagi pondok!! (Pasti keingetan yang suka mencuri atau suka main pukul dll yang dipondok kan? Bisa jadi itu karena ini)
Pengalaman walsan, saat anak pertama lulus TK dan masuk SD mereka sudah berencana anak akan dimasukkan ke SMP Favorit setelah lulus. Perjalan waktu melihat kualitas pendidikan agama yang minim di sekolah umum, pada saat anak kelas 3 mereka mulai mencari info-info pesantren unggulan. Ada beberapa alternatif tapi sang istri mentok di Gontor!! Harus Gontor katanya 😁. Sedang sang suami saat itu ingin pesantren-pesantren yang dekat aja. Tapi berhubung suaminya istrinya (😏) itu baik (😁) akhirnya disepakati Gontor!!. Maka mereka cari info. mereka diskusikan dengan anak. mereka kasih lihat video-video tentang Gontor. Alhamdulillah saat itu dibantu dengan boomingnya buku dan dilanjutkan filmnya Negeri Lima Menara. Anak mulai tertarik. (Kena lho! 😁). Yang terasa oleh mereka , anak saat sudah masuk tidak rewel. Bahkan mereka paling hanya 3-5 hari saja menemani diawal masuk, selanjutnya anak bisa menikmati dan enjoy (tapi giliran kami di rumah banjir kerinduan huaaa 😭😭😭). Tapi inilah pengorbanan. Kata Kiai lebih baik nangis diawal daripada belakangan. Kemudian karena anak yang tertua enjoy di pondok, maka adik-adiknya pun punya keinginan seperti Aanya. Malah saat kami candai dengan menyuruh daftar ke sekolah lain adiknya malah nangis. 😁
Kesimpulan
Anak itu katanya seperti layangan, kita buat dari bahan yang bagus, tali yang kuat maka jika diterbangkan akan tinggi dan bisa diatur. Kalau kertasnya jelek maka akan gampang robek ditiup angin. Jika taliny lemah baru kita arahkan dikit maka akan putus.
Jadi jika kita sadar dititipi sesuatu oleh Sesuatu yang Maha Besar, Maha Kuasa maka pasti kita akan menjaga mati-matian amanat yang diberikan. Cari ilmu perkembangan psikologi anak, cara memahami anak, pola pengasuhan dll. Dan yang aman adalah pola pengasuhan sesuai Tuntunan Agama dengan teladan Rasulullah shalallahu 'alaihi wassalam, dan orang-orang sholeh yang meneladani Beliau.
Demikian, saran, kritik, tambahan sangat dibutuhkan. (riM)
Hehehehe... Gue banget. Alhamdulillah senang bisa jadi bagian dari keluarga besar Gontor.
BalasHapus@inacw