Memyikapi Nilai Pas-pasan Anak Kita Di Gontor

Januari 10, 2019


Gontor itu katanya "sadis" dalam masalah nilai pelajaran. No Mercy!! Jika dapat 3 yah hanya angka itu yang tertulis di raport, jika 1 yah hanya 1. Siap-siap orangtua yang belum kenal sistem super objektiv dalam masalah penilaian ini jantungnya berdegup seakan berlomba dengan pelari kelas dunia.

Dulu pernah dengar dari yang katanya ngerti ilmu psikologi anak, dia kurang setuju dengan sistem ini, karena bisa melemahkan semangat anak dalam belajar, mereka berdalih penilaian kan bukan hanya dari jawaban yang diberikan. Silahkan adu segala teori psikologi dengan output yang dihasilkan Gontor. 😁. Gontor punya teori sendiri.

Ibu Tari, walsan Gontor 1 berbagi ilmu dalam Grup WA Gontor pusat, bahwa kesuksesan itu 80% ditentukan oleh soft skill, sedang akademik hanya 20%. Dan Gontor, masih lanjut Beliau, banyak memberikan pendidikan berbasis pengasahan soft skill (Atau Kiai Hasan menyebutnya life skill). Tanggung jawab, disiplin, terampil komunikasi, membangun network, mengambil keputusan, berfikir analitis dll adalah fokus pendidikan di Gontor.

Beliau kembali melanjutkan, bahwa bukan berarti masalah akademik tidak penting, tp hal terpenting dalam hal akademik ini yaitu prosesnya. Sebuah perjuangan yang dilakoni santri2 memberi nilai lebih dari hanya sekedar nilai. Maka dari itu dibutuhkan support dari orangtua berupa kepercayaan, bukan tuntutan!!

Alhamdulillah Bu, luar biasa pencerahannya. 🙏🙏

Jadi bagi para orangtua, jangan berkecil hati jika nilai anaknya belum sesuai dengan harapan. Karena yakinlah mereka sudah optimal dalam berjuang.

Jadi ingat anak yang kembar, kata kakaknya, "usaha mereka dalam mempersiapkan ujian hebat Yah, kadang begadang, kemana2 bawa buku". Eh pas ternyata nilainya pas-pasan Alhamdulillah kami tetap hargai. Karena usahanya luar biasa. Padahal saat SD dulu susah sekalj disuruh belajar. Masya Allah!

Saya pernah baca kisah beberapa alumni yang sudah "jadi" seperti Prof Din Syamsuddin, Beliau dalam pelajaran biasa aja, tapi Beliau memiliki "soft skill" yang tidak biasa: keahlian orasi! Dan sekarang jadi hebat.

Belum lagi Bp DR Hidayat Nur Wahid, dulu pramuka bukan ketuanya lagi, tp sekarang 😱. DR Nurkholis Madjid, tidak pernah jadi ketua pelajar, apalagi EmHa Ainun Najib yang bahkan kelas 4 sudah keluar, tapi bekal soft skill dari Pondok sangat membekas.

Hal senada tentang menteri Agama Bpk Lukman Hakim Syaifuddin sebagaimana diungkapkan H. suroso Hadi, Kepala Desa Gontor Mlarak, ga menonjol saat nyantri. Tapi lihat hasilnya.

Jadi mungkin kita jangan terlalu khawatir tentang nilai, walau itu penting tapi ada yang lebih penting: Life Skill!! Karena mereka masih hidup saat lulus maka bekal menghadapi hidup itu yang utama.
(RiM)

Posting Komentar

[blogger]

Author Name

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.